Header Ads

test

KISAH PENDIDIKAN PENDIRI HOME STUDY AWI PAPUA

ENDIDIKAN Kisah Anak Yatim-Piatu di Beasiswa LPMAK Kisah Anak Yatim-Piatu di Beasiswa LPMAK Unknown 05.25 Tidak ada komentar: Berpose usai wisuda (ist) Gumpalan awan berkelompok mengecil, memperlihatkan birunya langit. Seolah ruang muka bumi mempersilahkan aktivitas manusia tanpa hujan maupun mendung. Nau…ut….! Teriak sekelompok mahasiswa di salah satu teras gedung terhormat Kampus Universitas Negeri Manado (UNIMA), Selasa, 9 Desember 2014 lalu. Langit Kota Manado seolah mendukung suasana sekitarnya. Kampus tambah ramai, dipadati manusia dari beragam suku dan ras di nusantara. Banyak orang berlalu lalang di sekitar arena kampus negeri itu. Tak hanya mahasiswa-mahasiswi, rekan tapi juga orangtua, wali keluarga, kebanyakan juga berwajah baru. Mereka lantaran hadir untuk menyaksikan rapat senat terbuka. Situasi demikian di lokasi itu terjadi empat kali dalam setahun. Atau setiap triwulan sekali. Pada akhir tahun, digelar setiap bulan desember. Nataniel Uti (ist) Mereka bermuka ceria. Senyum melebar, terpesona. Sekali-kali mereka tertawa, hura besar. Moment-momen itu diwarnai pancaran cahaya kamera, blitz. Diantara kerumunan manusia itu, sekelompok pemuda dan pemudi mengelilingi lelaki yang dipanggil Naut itu. Ternyata dia adalah Nataniel Uti, lelaki kelahiran Obano Tanggal 10 Nopember tahun 1990. Ayah kandungnya, Pilipus Uti meninggal pada tahun kelahiran Naut. Sedangkan ibu kandungnya meninggal dunia setelah 4 tahun kemudian, tahun 1994. Dua tahun berkelana bersama kedua kakaknya, yakni Monika dan Karlina Uti di Obano (1994-1996). Maka tak heran bila wisuda, Selasa 9 Desember 2014, merupakan peristiwa terharu bercampur deruh. Duka, tapi Naut tengah berbahagia. Ia tengah menikmati hasil perjuangan di bangku pendidikan selama 18 tahun berlalu. Lain kata, rapat senat itu merupakan bagian dari perjuangannya sejak 5 Juli 1996 silam. Atau perjuangan sejak masuk sekolah dasar (SD) YPPGI Obano, Distrik Paniai Barat, Kabupaten Paniai. Di tengah keramaian itu, Naut mengenang kisah perjuangannya di arena pendidikan. Tahun 1996 itupula, Naut dikirim ke Enarotali sesuai permintahan orangtua wali, Markus Uti dan Mince Keiya. Masuk di SD YPPGI Enarotali. Tak lama berselang, kedua pasangan ini mengirim Naut ke Timika tahun 2000. Perjalanan itu seperti kata whasiat almahrum Pendeta Daniel Uti di Obano tahun 1996. “Kamu harus sekolah karena pendidikan adalah bagian terpenting dalam hidup manusia!”. Di Kota Timika, Naut masuk SD YPPK Tiga Raja pada kelas V, tamat SD tahun 2002. Tamat SMP Santo Bernadus Timika tahun 2005. Ibadah syukur bersama rekan-rekannya di Manado (ist) Impiannya cukup besar. Ia memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan. Tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 01 Kuala Kencana, tahun 2008. “Saya kuliah atau tidak? Dalam hati saya mengatakan, Naut harus kuliah,” kenangnya saat ditemui LAndaAS baru-baru ini. Keinginan itu terwujud tahun 2010. Ia terseleksi sebagai salah satu peserta beasiswa LPMAK. Kesempatan itu dipergunakan untuk melanjutkan pendidikan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNIMA. Rasa syukur dan riangpun tak perna surut. Sebab beban hidupnya, terutama biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh LPMAK. “Kita dapat beasiswa penuh. Tugas kita hanya belajar dan menunjukkan nilai kepada LPMAK sebagai pengganti orangtua kita,” kata lelaki yang diberangkatkan dalam kelompok peserta beasiswa LPMAK angkatan tahun 2010 itu. Usai wisuda berpose bersama keluarga dan kerabat (ist) Ia merasa beban pendidikan terbantu. LPMAK menjadi pengganti kedua orangtuanya yang meninggal semasa kecil di kampung halamannya. Ia tak kenal raut wajah ayahnya. Juga potret mimik ibunya, hanya sekilas masih samar-samar di benaknya. Baginya, motivasi dan dukungan LPMAK cukup penting dalam riwayat pendidikannya. Sebab, berkat beasiswa LPMAK itu, menamatkan pendidikan setingkat sarjana. Bergelar S.Pd atau sarjana pendidikan di Kota Manado. “Sekarang ini saya bersyukur kepada Tuhan melalui LPMAK. Kebanggaan tersendiri ketika memakai toga di UNIMA,” riang sarjana yang lulus dengan IPK 3,55 itu. Lelaki berusia 24 tahun itu bercita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, pasca sarjana pada bidang yang digemarinya. (willem bobi)

Tidak ada komentar